Fenomenologi (filsafat)

Fenomenologi (dari bahasa Yunani: φαινόμενον, phainómenon, yang tampak, dan bahasa Yunani: λόγος, lógos, ilmu) adalah sebuah disiplin ilmu dan studi inkuiri deskriptif[1] yang meletakkan perhatiannya pada studi atas penampakan (fenomena), akuisisi pengalaman, dan kesadaran. Fenomenologi, singkatnya, adalah studi mengenai pengalaman dan bagaimana pengalaman tersebut terbentuk. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman subjektif dan intensionalitasnya. Studi ini kemudian mengarahkan pada analisis kondisi kemungkinan intensionalitas, latar belakang praktik sosial, dan analisis bahasa.

Studi fenomenologi didasarkan pada premis konsepsi fenomena Kantian. Studi fenomenologi didasarkan pada premis bahwa realitas terdiri atas objek dan penampakan kejadian (fenomena) yang dicerap atau dimengerti oleh kesadaran.[1] Sebagai pergerakan filsafat, fenomenologi didirikan pada awal abad ke-20 oleh Edmund Husserl dan dikembangkan oleh lingkar studi pengikut ide Husserlian di universitas di Göttingen dan Munich di Jerman (Edith Stein, Eugen Fink, Martin Heidegger, Max Scheler, Nicolai Hartmann, Roman Ingarden) dan khususnya di Prancis (Paul Ricœur, Emmanuel Levinas, Jean-Paul Sartre, Maurice Merleau-Ponty) dan di Amerika Serikat (Alfred Schütz, Eric Voegelin), meski diiringi dengan kritik yang menjauhkannya dari ide awal Husserlian tanpa menghilangkan ide fondasi yang melandasinya.

Dalam konsepsi Husserl, fenomenologi berpusat pada refleksi sistematis dan studi struktur kesadaran dan fenomena yang tampak pada pikiran. Fenomenologi berbeda dari konsep analisis Cartesian yang memandang realitas sebagai set atas objek yang bertautan dan bertalian antar satu dengan lainnya.

Fenomenologi adalah salah satu tradisi besar dalam sejarah filsafat abad ke-20. Dalam perkembangan lebih lanjut, fenomenologi tidak dilihat seperti doktrin unitaris ataupun mazhab filsafat, melainkan lebih pantas dilihat sebagai gaya berpikir atau sebuah metode yang melibatkan pengalaman terbuka yang terus-menerus diperbaharui. Sehingga upaya mendefinisikan fenomenologi tidak dapat pernah cukup dan bahkan upaya yang paradoksal karena tiadanya fokus tematik yang mendirikan fenomenologi itu sendiri.[2] Fenomenologi juga mempengaruhi karya di luar lingkar pengaruh filsafatnya seperti pada filsafat ilmu, psikiatri, estetika, moralitas, teori sejarah, dan antropologi eksistensial.

  1. ^ a b Mastin, L. "Phenomenology". philosophybasics.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-13. Diakses tanggal 15 Mei 2019. 
  2. ^ Farina, G. (2014). "Some Reflections on the Phenomenological Method". Dialogues in Philosophy, Mental and Neuro Sciences. 7 (2): 50–62. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-17. Diakses tanggal 2019-05-18. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search