Hegemoni budaya

Intelektual Marxis Antonio Gramsci (1891-1937) mengembangkan teori hegemoni budaya yang membantu terbentuknya pandangan dunia terhadap kelas pekerja.

Dalam filsafat Marxis, hegemoni budaya adalah dominasi terhadap masyarakat ragam-budaya oleh kelas penguasa yang membentuk (atau memanipulasi) budaya masyarakat tersebut —dari sisi keyakinan, persepsi, nilai-nilai, dan adat istiadat— sehingga pandangan kelompok tertentu menjadi norma budaya umum tanpa paksaan. Norma umum yang terbentuk ini kemudian menjadi ideologi dominan yang sah secara universal dan membenarkan status quo di bidang sosial, politik, dan ekonomi sebagai sesuatu yang alami, tak terelakkan, abadi, dan memiliki kesan bermanfaat bagi semua orang, walaupun terkadang manfaatnya lebih banyak menguntungkan kelompok penguasa yang dominan.[1][2]

Dalam filsafat dan sosiologi, istilah hegemoni budaya memiliki denotasi dan konotasi yang berasal dari kata Yunani Kuno ἡγεμονία (hegemoni) yang berarti aturan dan kepemimpinan. Dalam politik, hegemoni adalah metode geopolitik imperial dominasi tidak-langsung dimana hegemon (pemimpin negara) mengatur serikat di bawahnya dengan intervensi dan bukan dengan kekuatan militer (invasi, penjajahan, atau aneksasi).[3]

Antonio Gramsci mencetuskan teori Perang Manuver, yaitu, perebutan hegemoni budaya secara frontal (biasanya melalui aksi militer), dan teori Perang Posisi dimana perebutan hegemoni budaya dilakukan secara bertahap dan melalui proses panjang.

  1. ^ Bullock, Alan; Trombley, Stephen, Editors (1999), The New Fontana Dictionary of Modern Thought Third Edition, pp. 387–88.
  2. ^ The Columbia Encyclopedia, Fifth Edition. (1994), p. 1215.
  3. ^ Ross Hassig, Mexico and the Spanish Conquest (1994), pp. 23–24.

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search