Kota terbuka

Manila dideklarasikan menjadi kota terbuka pada Desember 1941 untuk menghindari penghancurannya saat Kekaisaran Jepang menginvasi Persemakmuran Filipina.

Saat perang, dalam peristiwa menjelang penaklukan sebuah kota, struktur pemerintahan/militer dari negara yang menguasai kota tersebut terkadang akan mendeklarasikannya menjadi kota terbuka, yang menyatakan bahwa kota tersebut telah meniadakan seluruh upaya pertahanannya. Tentara yang menyerang dari militer yang berseberangan kemudian akan mengecualikannya dari serangan bom atau serangan lainnya terhadap kota tersebut namun hanya melewatinya. Konsep tersebut bertujuan untuk melindungi markah tanah bersejarah dari kota tersebut dan warga-warga sipil yang bermukim dari serangan yang tak diinginkan.

Pasukan penyerang tak selalu menghormati deklarasi "kota terbuka". Pasukan defensi juga akan dipakai sebagai taktik politik.[1] Dalam beberapa kasus, deklarasi dari sebuah kota menjadi "terbuka" dibuat oleh pihak yang kalah atau menyerah; dalam kasus lain, pihak yang membuat deklarasi semacam itu adalah pihak yang masih berkehendak dan mampu bertarung namun lebih mementingkan kota tersebut tak terkena dampaknya.

Menurut Protokol I dari Konvensi Jenewa, pihak penyerang dilarang "menyerang tempat-tempat tak terlindungi dalam bentuk apapun".[2]

  1. ^ Murphy, Paul I. and Arlington, R. Rene. (1983) La Popessa: The Controversial Biography of Sister Pasqualina, the Most Powerful Woman in Vatican History. New York: Warner Books Inc. ISBN 0-446-51258-3, p. 210
  2. ^ Wikisource link to Protocol I. Wikisource. 1977. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search