Medang

Kerajaan Medang

kaḍatwan mḍaŋ
732–1016
Wilayah kerajaan Medang periode Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta lingkup pengaruh (mandala) pada Madura dan Bali.
Wilayah kerajaan Medang periode Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta lingkup pengaruh (mandala) pada Madura dan Bali.
Ibu kotaMataram (masa Sanjaya)
Mamratipura (masa Rakai Pikatan)
Poh Pitu (masa Dyah Balitung)
Tamwlang (masa Mpu Sindok)
Watugaluh (masa Mpu Sindok)
Wwatan (masa Dharmawangsa)
Bahasa yang umum digunakanJawa Kuno atau Kawi (utama), Sanskerta, Melayu kuno (alternatif)
Agama
Hindu dan Buddha
PemerintahanMonarki
Ratu / Sri / Maharaja 
• 732
Sanjaya
• 746
Rakai Panangkaran
• 784
Rakai Panaraban
• 803
Rakai Warak
• 827
Dyah Gula
• 829
Rakai Garung
• 847
Rakai Pikatan
• 929
Mpu Sindok
• 949
Sri Isyana Tunggawijaya
• 955
Makutawangsawardhana
• 990
Dharmawangsa Teguh
Sejarah 
• Prasasti Canggal; Sanjaya, mendirikan Kerajaan Medang
(Periode Jawa Tengah)
732
• Prasasti Turryan; Mpu Sindok, memindahkan pusat Kerajaan Medang ke Timur
(Periode Jawa Timur)
929
• Prasasti Pucangan; Keruntuhan Kerajaan Medang
1016
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Kalingga
krjKerajaan
Kahuripan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Medang (bahasa Jawa Kuno: ; kaḍatwan mḍaŋ) atau sering disebut Kerajaan Mataram atau Mataram Kuno adalah kerajaan agraris sekaligus talasokrasi yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 Masehi, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10 Masehi, yang didirikan oleh Sanjaya. Kerajaan ini dipimpin oleh wangsa Syailendra dan wangsa Isyana.

Sepanjang sejarahnya, penduduk kerajaan ini sangat mengandalkan sektor pertanian, terutama budidaya padi lahan basah (sawah). Akan tetapi, kemudian kerajaan ini juga mengembangkan sektor niaga maritim. Menurut sumber-sumber asing dan temuan arkeologis, kerajaan ini tampaknya berpenduduk cukup banyak dan memiliki ekonomi yang makmur. Kerajaan ini mengembangkan struktur masyarakat yang kompleks, memiliki budaya yang berkembang dengan baik, serta mencapai kemajuan teknologi dan tingkat peradaban yang luhur dan halus.[1]

Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, kerajaan ini mengalami masa kejayaan yang ditandai dengan mekar berseminya seni dan arsitektur Jawa klasik. Hal ini tercermin dari pesatnya pertumbuhan budaya dan maraknya pembangunan aneka candi, yang menghiasi bentang kerajaan di tanah Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada masa kerajaan Medang adalah Kalasan, Sewu, Borobudur dan Prambanan. Kerajaan Mataram dikenal sebagai negeri pembangun candi.[2]

Kemudian wangsa yang memerintah kerajaan Medang terbagi menjadi dua kubu yang diidentifikasi sebagai Syailendra pemuja Siwa dan Syailendra penganut Buddha Mahayana. Indikasi perang saudara terjadi, hasilnya adalah wangsa Syailendra dibagi menjadi dua kerajaan yang kuat, wangsa Syailendra (pemuja Siwa) berkuasa di Jawa dipimpin oleh Rakai Pikatan dan wangsa Syailendra (penganut Buddha) berkuasa di Sumatera dipimpin oleh Balaputradewa. Perselisahan di antara mereka berakhir sampai 938 Saka, atau sekitar 1016 Masehi, ketika raja wangsa Syailendra yang berkedudukan di Sumatera menghasut Haji Wurawari, seorang raja bawahan, untuk memberontak kepada kekuasaan Dharmawangsa Teguh. Dengan dukungan Sriwijaya, Raja Wurawari dari arah Lwaram menyerbu ibu kota Wwatan di Jawa Timur. Serangan tersebut dilancarkan secara mendadak dan tak terduga. Akibatnya, kerajaan runtuh, luluh lantak tanpa menyisakan apapun, kecuali sedikit saja penyintas yang berhasil menyelamatkan diri.

Seorang penyintas, bangsawan Jawa-Bali keturunan wangsa Isyana tetap bertahan, dan akhirnya berhasil merebut kembali kekuasaan di Jawa Timur. Selanjutnya, pada tahun 1019 dia mendirikan Kerajaan Kahuripan, sebagai kelanjutan dari kerajaan Medang Mataram. Tokoh ini adalah Airlangga, putra Udayana raja kedelapan dari kerajaan Bedahulu di Bali. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri dari raja Medang Makutawangsawardhana. Peristiwa tersebut disebutkan dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh Airlangga pada 1041. Selanjutnya kerajaan Airlangga tersebut terbagi menjadi dua, kerajaan Panjalu dan kerajaan Janggala.[3]

  1. ^ Rahardjo, Supratikno (2002). Peradaban Jawa, Dinamika Pranata Politik, Agama, dan Ekonomi Jawa Kuno (dalam bahasa Indonesia). Komuntas Bambu, Jakarta. hlm. 35. ISBN 979-96201-1-2. 
  2. ^ "Kisah Mataram di Poros Kedu-Prambanan". Kompas.com. 2012-02-18. 
  3. ^ Boechari (2012). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-91-0520-2. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search