Pemisahan agama dan negara

Pemisahan agama dengan negara

Pemisahan agama dan negara adalah konsep dalam filsafat dan yurisprudensi yang menyatakan bahwa ada jarak politis antara organisasi agama dan negara bangsa. Dalam konsepnya, istilah ini mengacu pada pembentukan negara sekuler (dengan atau tanpa undang-undang pemisahan agama–negara) dan disestablismen (disestablishment), perubahan hubungan resmi antara institusi keagamaan dan pemerintah negara.[1]

Dalam suatu masyarakat, tingkatan pemisahan politik antara agama dan negara ditentukan oleh struktur hukum dan pandangan hukum dominan yang menetapkan hubungan layak antara agama terorganisasi dan negara. Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha mengusulkan hubungan antara dua badan politik yang bebas dari kewenangan satu sama lain. Prinsip sekuler yang ketat, laïcité (sekularitas), diterapkan di Prancis. Negara-negara sekuler lainnya seperti Denmark dan Britania Raya memiliki undang-undang dasar yang mengakui agama negara resmi.[2]

Dasar pemikiran pemisahan agama dan negara sipil sejalan dengan paham sekularisme, disestablismentarianisme, kebebasan beragama, dan pluralisme agama. Atas dasar tersebut, negara-negara Eropa menjalankan sebagian peran sosial milik gereja, negara kesejahteraan, perubahan sosial yang menciptakan masyarakat dan lingkup publik berbudaya sekuler.[3] Dalam praktiknya, pemisahan agama–negara memiliki tingkatan, mulai dari pemisahan total yang diwajibkan oleh undang-undang dasar negara, misalnya di India dan Singapura, sampai agama resmi negara, misalnya di Maladewa.

  1. ^ The Oxford Companion to the Supreme Court of the United States (1992), Kermit D. Hall, Ed. pp. 717–26
  2. ^ "Norway separates church and state". Diakses tanggal 22 March 2015. 
  3. ^ Princeton University WordNet Diarsipkan May 8, 2016, di Wayback Machine. reads: "separationism: advocacy of a policy of strict separation of church and state."

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search