Pencairan tanah

Dampak pencairan tanah setelah gempa bumi Niigata tahun 1964
Pencairan memungkinkan selokan ini mengapung ke atas – gempa bumi Chūetsu tahun 2004
Efek pencairan di Christchurch, Selandia Baru, saat gempa Christchurch Februari 2011
Pencairan tanah di Balaroa, Palu setelah Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018

Pencairan tanah, likuefaksi tanah, atau nalodo (bahasa Inggris: soil liquefaction) adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat bertingkah sebagai cairan.

Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen Hazen[1] mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Ia menjelaskan mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut:

Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu akan berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi yang secara praktis seperti pasir hisap... pergerakan awal beberapa bagian material dapat menghasilkan tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik, kemudian pada titik lainnya, secara berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal yang mencair.

Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan longgar (kepadatan rendah atau tidak padat). Ini karena pasir yang longgar memiliki kecenderungan untuk memampat ketika diberikan beban; sebaliknya pasir padat cenderung meluas dalam volume atau melebar. Jika tanah jenuh dengan air, suatu kondisi yang sering terjadi ketika tanah berada di bawah permukaan air tanah atau permukaan laut, maka air mengisi kesenjangan di antara butir-butir tanah ("ruang pori"). Sebagai respon terhadap tanah yang memampat, air ini meningkatkan tekanan dan mencoba untuk mengalir keluar dari tanah ke zona bertekanan rendah (biasanya ke atas menuju permukaan tanah). Tapi, jika pembebanan berlangsung cepat dan cukup besar, atau diulangi berkali-kali (contoh getaran gempa bumi dan gelombang badai), air tidak mengalir keluar sesuai waktunya sebelum siklus pembebanan berikutnya terjadi, tekanan air dapat bertambah melebihi tekanan kontak antara butir-butir tanah yang menjaga mereka tetap saling bersentuhan satu sama lain. Kontak antara butir-butir ini merupakan media pemindahan berat bangunan dan lapisan tanah di atas dari permukaan tanah ke lapisan tanah atau batuan pada lapisan yang lebih dalam. Hilangnya struktur tanah menyebabkan tanah kehilangan semua kekuatannya (kemampuan untuk memindahkan tegangan geser) dan fenomena ini terlihat seperti mengalir menyerupai cairan (maka disebut 'pencairan').

Meskipun efek pencairan telah lama dipahami, fenomena ini lebih menarik perhatian para insinyur setelah gempa bumi Niigata tahun 1964 dan Alaska juga tahun 1964. Pencairan juga faktor utama kerusakan di Distrik Marina San Francisco setelah gempa bumi Loma Prieta tahun 1989 dan di Pelabuhan Kobe akibat gempa bumi besar Hanshin tahun 1995. Pencairan terakhir yang mengakibatkan kerusakan besar menimpa perumahan di timur pinggiran kota dan kota satelit Christchurch, Selandia Baru setelah gempa bumi Canterbury tahun 2010[2] dan lebih luas lagi setelah gempa Christchurch susulan pada awal dan pertengahan 2011.[3] serta Likuifaksi yang terjadi di Palu dan Sigi saat terjadinya Gempa Bumi dan Tsunami Sulawesi 2018.

Peraturan bangunan di sejumlah negara mewajibkan para insinyur untuk mempertimbangkan efek pencairan tanah dalam desain bangunan dan infrastruktur baru seperti jembatan, bendungan, dan dinding penahan.[4][5][6]

  1. ^ Hazen, A. (1920). "Hydraulic fill dams". Transactions of the American Society of Civil Engineers (dalam bahasa bahasa Inggris). 83: 1717–1745. 
  2. ^ "Geologists arrive to study liquefaction". One News. 10-09-2010. Diakses tanggal 12-11-2011. 
  3. ^ "Christchurch areas to be abandoned". The New Zealand Herald (dalam bahasa bahasa Inggris). NZPA. 07-03-2011. Diakses tanggal 12-11-2011. 
  4. ^ NEHRP recommended provisions for seismic regulations for new buildings and other structures (FEMA 450) (dalam bahasa bahasa Inggris). Washington D.C.: National Institute of Building Sciences. 2004. 
  5. ^ EN1998-5:2004 Eurocode 8 – Design of structures for earthquake resistance. Part 5: Foundations, retaining structures and geotechnical aspects (dalam bahasa bahasa Inggris). Brussels: European Committee for Standardisation. 2004. 
  6. ^ International Code Council Inc. (ICC) (2006). International Building Code (dalam bahasa bahasa Inggris). Birmingham, Alabama: International Conference of Building Officials, and Southern Building Code Congress International, Inc. hlm. 679. ISBN 978-1-58001-302-4. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search