Pada 6 Desember 2017, Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Amerika Serikat,[1] dan memerintahkan perencanaan pemindahan Kedutaan Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem.[2][3] Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik keputusan tersebut. Pada 8 Desember, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengklarifikasi bahwa pernyataan Trump "tak menunjukkan status terakhir perihal Yerusalem" dan "sangat jelas bahwa status akhir, termasuk perbatasan, akan diserahkan kepada kedua belah pihak untuk dirundingkan dan diputuskan."[4]
Keputusan Trump ini mendapat penolakan dari banyak pemimpin dunia. Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa menggelar pertemuan darurat pada 7 Desember dan 14 dari 15 anggota menyatakan mengecam keputusan Trump. Ke-14 anggota itu mengatakan keputusan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota palestina merupakan pelanggaran terhadap resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, tetapi Dewan Keamanan tak dapat menerbitkan keputusan tanpa sokongan dari Amerika Serikat.[5] Utusan dari Amerika Serikat Nikki Haley menyebut Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai "salah satu organisasi terkemuka di dunia yang memusuhi Israel"[6] Britania Raya, Prancis, Swedia, Italia, Jepang dan Korea Selatan termasuk di antara negara-negara yang mengkritik keputusan Trump saat pertemuan darurat ini.[7] Sesaat sebelum pengumuman keputusan Trump, pada November 2017, 151 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa memilih untuk menolak hubungan Israel dengan Yerusalem, sementara enam negara lainnya memilih untuk mendukung hubungan Israel dan sembilan negara lainnya menyatakan abstain.[8]
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini menekankan bahwa semua pemerintah negara anggota Uni Eropa bersatu dalam permasalahan Yerusalem, dan menegaskan kembali komitmen mereka akan Negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.[9] Pada 9 Desember, Turki mengumumkan bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan akan bekerja sama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam upaya bersama untuk membujuk Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini.[10]
Pejabat Palestina menyebutkan pengumuman itu membatalkan Amerika Serikat dari langkah-langkah upaya untuk menciptakan kedamaian, sementara Hamas menyerukan intifadah baru menanggapi pengakuan Trump.[6][11][12] Setelah adanya pengumuman dari Palestina ini, terdapat demonstrasi di Iran, Yordania, Tunisia, Somalia, Yaman, Malaysia, Indonesia, dan di luar Kedutaan Besar Amerika Serikat di Berlin.[10]
Pengumuman ini ditanggapi dengan perasaan marah, yang diikuti dengan aksi demonstrasi oleh kelompok Salafi dan Hamas di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pada 25 Desember 2017, kelompok Salafi menembakkan sekitar 30 roket ke Israel dari Jalur Gaza, dengan hampir setengah di antaranya mendarat di Gaza. Dua roket di antaranya menyebabkan kerusakan kecil pada pemukiman dekat Ashkelon dan Sderot, dan Hamas menyatakan bahwa kelompok Salafi bertanggung jawab atas serangan ini.[13][14] Empat orang tewas dalam bentrokan ini, termasuk dua anggota Hamas yang tewas dalam sebuah serangan udara oleh Israel pada 9 Desember di fasilitas militer Hamas sebagai tanggapan atas serangan roket dari Gaza. Dua pengunjuk rasa ditembak di dekat pagar perbatasan Gaza pada 8 Desember, sementara Pasukan Pertahanan Israel mengklaim mereka telah menembaki puluhan provokator kerusuhan, yang mana pengunjuk rasa terlibat dalam pembakaran ban dan pelemparan batu.[15] Kedutaan besar Amerika Serikat di Turki, Yordania, Jerman dan Inggris mengeluarkan peringatan keamanan kepada wisatawan Amerika Serikat atau warga negara Amerika Serikat yang tinggal di negara-negara tersebut. Amerika Serikat juga mengeluarkan peringatan umum kepada warga negara Amerika Serikat di luar negeri mengenai kemungkinan akan kekerasan dalam unjuk rasa. Konsulat Amerika Serikat di Yerusalem telah membatasi perjalanan pegawai pemerintahan ke Kota Lama Yerusalem. Kedutaan besar Amerika Serikat telah melarang pegawai untuk meninggalkan ibu kota dan anak-anak dari pegawai kedutaan tersebut diminta untuk tidak bersekolah dan tetap mendiami rumah mereka.[16] Pengumuman ini mendapat banyak kritik dari dunia internasional. Sebuah mosi yang mengutuk langkah tersebut diusulkan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun diveto Amerika Serikat setelah sebuah pemungutan suara yang hasilnya adalah 14 negara mendukung veto Amerika Serikat berbanding satu negara yang menolak. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mengesahkan mosi mengutuk pengumuman Trump, dengan 128 negara menyatakan kesetujuan berbanding, 9 negara menyatakan ketidaksetujuan, dengan 35 negara menyatakan abstain dan 21 negara menyatakan golput.
Pada 23 Februari 2018, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengumumkan kedutaan besar Amerika Serikat baru akan dibuka pada bulan Mei.[17] Kedutaan Besar Amerika Serikat telah resmi dibuka pada 14 Mei 2018 di Yerusalem, bertepatan dengan 70 tahun Pembentukan Negara Israel. Lokasi kedutaan besar yang telah dipindahkan berada di bekas Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Arnona, Yerusalem Barat.
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama nyt271206
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama nwrockets
© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search