Psikologi forensik

Psikologi forensik adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang berhubungan dengan dampak dari faktor afektif, kognitif, dan perilaku pada individu dengan proses hukum.[1] Hal ini terjadi karena beberapa kekhilafan manusia yang sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek dalah penilaian yang bias, ketergantungan pada ingatan yang keliru, stereotip dan keputusan yang dianggap tidak adil.[1] Karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang.[1] Psikologi forensik termasuk bidang khusus yang relatif baru dalam dunia psikologi. Bahkan, psikologi forensik secara resmi diakui sebagai bidang khusus oleh American Psychological Association (APA) pada tahun 2001. Meskipun tergolong baru, bidang ini memiliki akar perkembangan yang sangat kuat berasal dari Wilhelm Wundt yang merupakan pendiri laboratorium psikologi pertama di Kota Leipzig, Jerman.[2] Aspek yang paling penting dari psikologi forensik adalah kemampuan melakukan tes di pengadilan,menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat dimengerti, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam pengadilan .[3] Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka legal.[4]

  1. ^ a b c Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004, hal. 217.
  2. ^ Mardatila, Ani (2021-08-04). mardatila, Ani, ed. "Mengenal Psikologi Forensik, Ini Perannya untuk Memecahkan Kejahatan". Merdeka.com. Diakses tanggal 2022-03-18. 
  3. ^ Nietzel, Michael (1986). Psychological Consultation in the Courtroom. New York: Pergamon Press. ISBN 0-08-030955-0. ^ Blau, Theodore H. (1984). The Psychologist as Expert Witness.
  4. ^ Shapiro, David L. (1984). Psychological Evaluation and Expert Testimony. New York: Van Nostrand Reinhold. ISBN 0-442-28183-8.

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search