Indeks Persepsi Korupsi

Peta yang menunjukkan negara dan wilayah menurut Indeks Persepsi Korupsi tahun 2021.
  Skor lebih tinggi dari 89
  Skor sama dengan atau antara 80 hingga 89
  Skor sama dengan atau antara 70 hingga 79
  Skor sama dengan atau antara 60 hingga 69
  Skor sama dengan atau antara 50 hingga 59
  Skor sama dengan atau antara 40 hingga 49
  Skor sama dengan atau antara 30 hingga 39
  Skor sama dengan atau antara 20 hingga 29
  Skor sama dengan atau antara 10 hingga 19
  Skor lebih rendah dari 10
  Data tidak tersedia

Semenjak tahun 1995, Transparansi Internasional telah menerbitkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) setiap tahun yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi (anggapan) publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politis.

Survei tahun 2003 mencakup 133 negara. Hasilnya menunjukan tujuh dari setiap sepuluh negara (dan sembilan dari setiap sepuluh negara berkembang) memiliki indeks 5 poin dari 10. Pada 2006 survei mencakup 163 negara. Indonesia berada pada peringkat 130 dari 163 negara tersebut dengan nilai indeks 2,4. Pada 2007 survei mencakup 180 negara. Indonesia berada pada peringkat 145 dari 180 negara tersebut dengan nilai indeks 2,3. Pada tahun 2009 survei mencakup 178 negara. Indonesia berada pada peringkat 110 dengan nilai indeks 2,8, dan pada 2010 naik menjadi peringkat 100 dari 182 negara dengan nilai indeks 3,0.[1]

Nilai dari indeks ini sedang didebatkan, karena berdasarkan survei, hasilnya tidak bisa dihindarkan dari bersifat subjektif. Karena korupsi selalu bersifat tersembunyi, maka mustahil untuk mengukur secara langsung, sehingga digunakan berbagai parameter untuk mengukur tingkat korupsi. Contohnya adalah dengan mengambil sampel survei persepsi publik melalui berbagai pertanyaan, mulai dari "Apakah Anda percaya pada pemerintah?" atau "Apakah korupsi masalah besar di negara Anda?". Selain itu, apa yang didefinisikan atau dianggap sah sebagai korupsi berbeda-beda di berbagai wilayah hukum: sumbangan politis sah di satu wilayah hukum mungkin tidak sah di wilayah lain; sesuatu yang dianggap sebagai pemberian tip biasa di satu negara bisa dianggap sebagai penyogokan di negara lain. Dengan demikian, hasil survei harus dimengerti secara khusus sebagai pengukuran persepsi (anggapan) publik, bukannya satu ukuran yang objektif terhadap korupsi.

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 November 2010. Diakses tanggal 28 Oktober 2010. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search