Kanon Alkitab

Kanon Alkitab, atau kanon Kitab Suci,[1] adalah suatu daftar kitab yang dianggap sebagai kitab suci yang berwibawa atau otoritatif oleh komunitas keagamaan tertentu. Kata "kanon" berasal dari bahasa Yunani Kuno κανών, yang berarti "mistar" atau "tongkat pengukur". Istilah tersebut pertama kali dicetuskan oleh umat Kristen untuk merujuk pada kitab suci, tetapi gagasan tersebut dikatakan berasal dari umat Yahudi.[2] Kanon Alkitab dapat juga dipahami sebagai sebuah daftar kitab yang menjadi "standar" atau "aturan" yang bersifat normatif bagi umat.[3]

Sebagian besar kanon yang tercantum dalam artikel ini dianggap sudah "ditutup", yaitu tidak ada penambahan atau pengurangan kitab lagi.[4] Sehingga mencerminkan keyakinan bahwa wahyu umum telah berakhir dan karenanya teks-teks yang terinspirasi tersebut dapat dikumpulkan menjadi suatu kanon yang lengkap dan otoritatif, yang mana Bruce M. Metzger mendefinisikannya sebagai "sebuah kumpulan yang otoritatif dari kitab-kitab". Sebaliknya, suatu "kanon terbuka", yang mana memungkinkan penambahan kitab melalui proses dari wahyu yang berkelanjutan, didefinisikan Metzger sebagai "sebuah kumpulan kitab-kitab otoritatif".[5]

Semua kanon tersebut telah dikembangkan selama berabad-abad dan melalui proses diskusi yang rumit,[6] lalu kesepakatan dibuat oleh otoritas-otoritas keagamaan dari keyakinan mereka masing-masing. Umat menganggap kitab-kitab kanonik diinspirasikan oleh Allah atau mengungkapkan sejarah yang berwibawa tentang hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Kitab-kitab seperti "Injil Kristen–Yahudi" telah dikeluarkan seluruhnya dari kanon; namun banyak kitab yang diperdebatkan, yang dianggap non-kanonik atau bahkan apokrif oleh beberapa kalangan, dipandang sebagai apokrifa Alkitab atau Deuterokanonika atau sepenuhnya kanonik oleh kalangan lainnya.

Ada perbedaan-perbedaan antara Tanakh Yahudi dan kanon Alkitab Kristen, dan antara berbagai kanon dalam denominasi Kristen yang berbeda. Perbedaan kriteria dan proses kanonisasi menentukan apa yang dianggap berbagai komunitas tersebut sebagai kitab suci yang terinspirasi. Dalam beberapa kasus di mana terdapat beragam tingkatan inspirasi kitab suci, sungguh bijak untuk membahas teks-teks yang hanya memiliki status ditinggikan di dalam suatu tradisi tertentu. Hal ini menjadi lebih kompleks ketika mempertimbangkan kanon terbuka dari berbagai aliran Orang Suci Zaman Akhir — yang dapat dipandang sebagai perluasan dari Kekristenan dan Yudaisme — dan wahyu kitab suci yang konon diberikan selama kurun waktu beberapa tahun kepada sejumlah pemimpin gerakan tersebut.

  1. ^ (Inggris) McDonald, L. M. & Sanders, J. A., eds. (2002). The Canon Debate. "The Notion and Definition of Canon." pp. 29, 34. (In the article written by Eugene Ulrich, "canon" is defined as follows: "...the definitive list of inspired, authoritative books which constitute the recognized and accepted body of sacred scripture of a major religious group, that definitive list being the result of inclusive and exclusive decisions after serious deliberation." It is further defined as follows: "...the definitive, closed list of the books that constitute the authentic contents of scripture.")
  2. ^ (Inggris) McDonald & Sanders, editors of The Canon Debate, 2002, The Notion and Definition of Canon by Eugene Ulrich, page 28: "The term is late and Christian ... though the idea is Jewish"; also from the Introduction on page 13: "We should be clear, however, that the current use of the term "canon" to refer to a collection of scripture books was introduced by David Ruhnken in 1768 in his Historia critica oratorum graecorum for lists of sacred scriptures. While it is tempting to think that such usage has its origins in antiquity in reference to a closed collection of scriptures, such is not the case." The technical discussion includes Athanasius's use of "kanonizomenon=canonized" and Eusebius's use of kanon and "endiathekous biblous=encovenanted books" and the Mishnaic term Sefarim Hizonim (external books).
  3. ^ Yonky Karman (2005). Bunga Rampai Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm 5-13.
  4. ^ (Inggris) Athanasius Letter 39.6.3: "Let no man add to these, neither let him take ought from these."
  5. ^ (Inggris) McDonald & Sanders, page 32–33: Closed list; page 30: "But it is necessary to keep in mind Bruce Metzger's distinction between "a collection of authoritative books" and "an authoritative collection of books."
  6. ^ Van den End (2009). Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm 40-42.

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search