Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar

كسلطانن بنجر
1520–1905
(2010[1]–sekarang tanpa kekuasaan politik)
Bendera Kesultanan Banjar
Bendera
Lambang
Wilayah Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sulaiman dari Banjar, 1809.
Wilayah Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sulaiman dari Banjar, 1809.
Ibu kotaKuin, Banjar Lama (1520)
Pemakuan (1612)
Muara sungai Tambangan, Batang Mangapan (1622)
Batang Banyu (1632)
Martapura Lama (1642)
Sungai Pangeran, Banjarmasin (1663)
Kayu Tangi (1680)
Bumi Kencana (1771)[2][3] atau Bumi Selamat (1806)[4]
Sungai Mesa, Banjarmasin(1857)
Karang Intan
Amuntai, Banua Lima
Baras Kuning
Bahasa yang umum digunakanBahasa Banjar
Agama
Islam Sunni (resmi)[5]Templat:Primary-source inline
Kaharingan
Konghucu
Kristen
PemerintahanMonarki
Kesultanan
Sultan 
• 1520-1550
Sultan Suriansyah
• 1862-1905
Sultan Muhammad Seman
• 24 Juni 2010–sekarang
Khairul Saleh
Sejarah 
• Didirikan sebagai Kerajaan Banjar
1520
• berubah menjadi Kesultanan
1526
1826-1858[6]
18..-1905
• Di dirikan kembali (tanpa kekuasaan)
2010[1]
• Akhir pemerintahan Darurat
1905
(2010[1]–sekarang tanpa kekuasaan politik)
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Negara Daha
Pagustian
Sekarang bagian dari Indonesia
1526–1548 sebagai bawahan Kesultanan Demak.
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Peringatan: Page using Template:Infobox country with unknown parameter "continent" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).
Sang Dewa (Sadewa) puteranya Maharaja Pandu Dewata adalah leluhur Raja-raja Banjar menurut Hikayat Sang Bima.
Gambar kraton/istana kenegaraan Kesultanan Banjar di Martapura pada tahun 1843.
Profil Bangsawan Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.
Profil gadis Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin atau Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan yang wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Wilayah Banjar yang lebih luas terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribu kota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir di Martapura. Ketika beribu kota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.[7][8][9][10][11][12][13][14][15]

Kerajaan Banjar berdiri pada Tahun 1520 dan menjadi Kesultanan Banjar sejak 1526 Lalu dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905. Namun sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah,[1] berlandaskan Permendagri No. 39 tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah. Tugas melestarikan lembaga keraton, adat-istiadat, budaya, dan sejenisnya ini dibebankan kepada kepala daerah dan masyarakat.[16] Lewat wewenang tersebut, Sultan Khairul Saleh (Sultan Banjar sekarang) menjalin silaturahmi dengan tokoh-tokoh raja dan sultan se-Nusantara melalui berbagai forum komunikasi kekerabatan guna melestarikan kebudayaan masing-masing daerah di Indonesia. Kegiatan ini tak hanya lingkup nasional bahkan bersifat Internasional.[17]

Wilayah terluas kerajaan ini pada masa kejayaannya disebut empire/kekaisaran Banjar membawahi beberapa negeri yang berbentuk kesultanan, kerajaan, kerajamudaan, kepengeranan, keadipatian dan daerah-daerah kecil yang dipimpin kepala-kepala suku Dayak.

Ketika ibu kotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribu kota di kota Negara, sekarang merupakan ibu kota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

Bendera Negara Banjar berwarna kuning di atas dan hitam dibawah dengan Posisi horizontal.[18]

Tradisi lebih lanjut menyatakan bahwa setelah kematian Ampoe Djatmaka (pendiri Negara Dipa), putranya, Limbong Mengkoerat, berhasil membawa keajaiban yang muncul dari aliran Poetri Djoendjoeng Boeih. Seorang putri keluarganya menikahi seorang Pangeran Jawa dari Majapahit, yang memerintah dengan nama Maharaja Soeria Nata dan dianggap sebagai pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Banjarmasin. Peristiwa itu dan seringnya sentuhan yang ada di antara kedua wilayah itu mungkin merupakan alasan bahwa fondasi Banjarmasin dikaitkan dengan sebuah koloni Jawa. Agaknya Maharaja Soeria Nata tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran Majapahit yang menurut Kronik Jawa Raffles dikirim ke Banjarmasin dengan banyak kapal dan pasukan sebagai penguasa sekitar tahun 1437 setelah kerajaan sebelumnya telah ditundukkan oleh jenderal Ratu Pengging (Andayaningrat).[19]

Kekaisaran sekarang menikmati kedamaian dan kemakmuran di antara serangkaian penguasa dari rumah suku asli. Perbatasannya meluas dari Solok (Karasikan) ke Sambas di sepanjang pantai selatan dan timur Kalimantan. Situasi ini berlangsung hingga akhir abad ke-16, ketika Pangeran Sakar Soengsang, yang melewati anak-anaknya sendiri, menunjuk Radhen Samudra, putra dari putrinya, sebagai penerus takhta. Hal ini menciptakan perang sipil yang sengit. Radhen, yang kemudian menjadi Pangeran Samudra, yang tidak mampu menang, meminta dan mendapatkan bantuan Sultan dari Damak, dengan syarat bahwa ia dan rakyatnya akan memeluk doktrin Muslim dan membayar upeti kepada pangeran itu. Diperkuat oleh bantuan Jawa, Pangeran segera mengalahkan lawan-lawannya dan naik tahta dengan gelar Sultan.[19]

Setelah mencapai tujuannya, Sultan baru (Hidayatullah 1) segera lupa untuk memenuhi perkiraan yang telah ditentukan, tetapi ancaman-ancaman berikutnya dari atasannya memiliki efek yang cukup untuk memaksa dia kembali ke Jawa untuk memuaskan sang pangeran. Di sana ia dipenjara karena ketidaksetiaannya dan hanya dibebaskan melalui mediasi putranya (Raden Senapati Sultan Mustain Billah), tentu saja tidak dengan pengorbanan besar. Dengan semakin melemahnya para pangeran Jawa, tampaknya tidak lama setelah itu supremasi mereka atas Banjarmasin yang telah dipecah beberapa kali, tampaknya telah berakhir untuk selamanya. Sebagai tindakan terakhir subordinasi kerajaan Jawa ini, saya menemukan catatan mengirimkan kedutaan pada tahun 1642 kepada Sultan Agung, Raja Mataram.[19]

  1. ^ a b c "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-27. Diakses tanggal 2015-05-27. 
  2. ^ (Inggris) J. H., Moor (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands ... Singapore: F.Cass & co. 
  3. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-07-03. 
  4. ^ Dengan di temukannya deposit batubara di daerah dekat Bumi Selamat/Martapura, maka pemerintah Hindia Belanda merencanakan mengambil alih Martapura dan memindah ibukota Kesultanan Banjar ke kota Nagara, bekas ibukota pada era Kerajaan Hindu Negara Daha
  5. ^ Perkara 1 Undang-undang Sultan Adam 1835: “Adapoen perkara jang pertama akoe soeroehkan sekalian ra’jatkoe laki-laki dan bini-bini beratikat dalal al soenat waldjoemaah dan djangan ada seorang baratikat dengan atikat ahal a’bidaah maka siapa-siapa jang tadangar orang jang beratikat lain daripada atikat soenat waldjoemaah koesoeroeh bapadah kapada hakimnja, lamoen benar salah atikatnja itoe koesoeroehkan hakim itoe menobatkan dan mengadjari atikat jang betoel lamoen anggan inja daripada toebat bapadah hakim itu kajah diakoe”.
  6. ^ http://alanqasaharica.blogspot.com/2017/07/kronologi-sejarah-pulau-kalimantan.html?m=1
  7. ^ (Inggris) The New American encyclopaedia: a popular dictionary of general knowledge. 2. D. Appleton. 1865. hlm. 571. 
  8. ^ (Inggris) Houtsma, M. Th. E. J. Brill's first encyclopaedia of Islam 1913-1936. BRILL. hlm. 647. ISBN 9004082654. ISBN 978-90-04-08265-6
  9. ^ KALIMANTAN SELATAN
  10. ^ "Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjar" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-07-03. 
  11. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 85. ISBN 9794074098. [pranala nonaktif permanen]ISBN 978-979-407-409-1
  12. ^ (Belanda) Van Doren, J. B. J (1860). Bydragen tot de kennis van verschillende overzeesche landen, volken, enz. 1. J. D. Sybrandi. 
  13. ^ (Inggris) Ooi, Keat Gin. Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. 3. ABC-CLIO, 2004. hlm. 211. ISBN 1576077705. ISBN 978-1-57607-770-2
  14. ^ (Inggris) Brookes, Richard (1843). Brookes's Universal gazetteer: re-modelled and brought down to the present time. E.H. Butler. hlm. 73. 
  15. ^ "Reconstructie van het archief van de VOC-vestiging" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-02-21. Diakses tanggal 2011-08-04. 
  16. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama kalimantan.onoffsolutindo.com
  17. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama kesultananbanjar.com
  18. ^ (John McMeekin, 15 Januari 2011). Bendera Banjar
  19. ^ a b c (Belanda) Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (1860). Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde. 9. Lange. hlm. 94. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search