Kewedanaan

Patih dan wedana Jawa di Blora, tahun 1921.

Kewedanaan[1] (bahasa Jawa: kawedanan) atau distrik (bahasa Belanda: district) adalah wilayah administrasi kepemerintahan yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan. Bentuk wilayah ini berlaku pada masa Hindia Belanda, dan beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia di beberapa provinsi misalnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemimpin suatu kewedanaan disebut wedana. Di wilayah, Kalimantan (khususnya di Kalimantan Selatan) wedana dipanggil juga kiai. Di beberapa daerah ada juga yang bentuk wilayahnya disebut kedemangan (kademangan) dengan dipimpin oleh seorang "demang".

Kawedanan bersama dengan keresidenan sudah dihapuskan melalui Perpres No.22 Tahun 1963 tentang Penghapusan Keresidenan dan Kewedanaan tertanggal 25 Oktober 1963, hal ini dilakukan untuk optimalisasi otonomi daerah kabupaten/kota serta karena kewedanaan dianggap tidak efektif dalam membantu tugas bupati, apalagi beberapa Kawedanan masih mencakup wilayah yang sangat luas. Contohnya adalah Kawedanan Jonggol di Kabupaten Bogor yang luas wilayahnya mencapai 123.600 hektare (1.236 km²) atau setara dua kali luas wilayah DKI Jakarta, hal tersebut membuat beban kerja dari Kawedanaan Jonggol sangat berlebih. Namun posisi wedana di beberapa tempat masih diisi oleh pejabat yang disebut Pembantu Bupati yang tidak memiliki kewenangan pengambilan keputusan. Wilayah kerjanya disebut Wilayah Pembantu Kabupaten.

Cibarusah
Wilayah kawedanan, Tjibaroesa/Jonggol, Buitenzorg/Bogor. Peta ini dibuat oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1933. [2]
  1. ^ (Indonesia) Arti kata kewedanaan dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  2. ^ "Instagram". www.instagram.com. Diakses tanggal 2024-05-29. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search