Penderitaan atau rasa sakit dalam arti luas,[1] dapat menjadi pengalaman ketidaknyamanan dan kebencian terkait dengan persepsi bahaya atau ancaman bahaya di suatu individu.[2] Penderitaan adalah elemen dasar yang membentuk valensi negatif dari afektif fenomena. Kebalikan dari penderitaan adalah kesenangan atau kebahagiaan.
Penderitaan ini sering dikategorikan sebagai fisik[3] atau mental.[4] Hal ini dapat datang dalam berbagai tingkat intensitas, dari yang ringan sampai yang tak tertahankan. Faktor-faktor dari durasi dan frekuensi terjadinya biasanya senyawa yang intensitas. Sikap terhadap penderitaan dapat bervariasi secara luas, pada penderita atau orang lain, menurut berapa banyak hal ini dianggap sebagai dapat dihindari atau tidak dapat dihindari, berguna atau tidak berguna, pantas atau tidak layak.
Penderitaan terjadi dalam setiap kehidupan makhluk dalam banyak cara, sering kali secara dramatis. Akibatnya, banyak bidang kegiatan manusia yang berkaitan dengan beberapa aspek dari penderitaan. Aspek-aspek tersebut dapat meliputi sifat penderitaan, proses, asal-usul dan penyebab, arti dan makna, berkaitan dengan pribadi, sosial, dan budaya perilaku, obat, manajemen, dan menggunakan.
|title=
(bantuan)Tidak memiliki atau tanpa |title=
(bantuan)
"Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-28. Diakses tanggal 2008-09-11.. Other examples are given by L. W. Sumner, on page 103 of Welfare, Happiness, and Ethics: "Think for a moment of the many physical symptoms which, when persistent, can make our lives miserable: nausea, hiccups, sneezing, dizziness, disorientation, loss of balance, itching, 'pins and needles', 'restless legs', tics, twitching, fatigue, difficulty in breathing, and so on."
© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search