Bagian dari seri tentang |
Gereja Katolik |
---|
Ikhtisar |
Portal Katolik |
Peranan seks dan gender dalam Gereja Katolik telah menjadi subjek intrik maupun kontroversi sepanjang sejarah Gereja. Pengaruh kultural Gereja Katolik telah menyebar luas, terutama pada masyarakat Barat.[2] Konsep-konsep Kristiani, yang diperkenalkan oleh Gereja ke dalam masyarat-masyarakat di seluruh dunia yang menerima penginjilan, memiliki suatu dampak yang signifikan pada pandangan-pandangan kultural yang terbentuk dalam hal peranan seks dan gender. Pengurbanan manusia, perbudakan, infantisida, dan poligami yang dipraktikkan oleh budaya-budaya seperti yang dimiliki Kekaisaran Romawi, Eropa, Amerika Latin, dan sebagian Afrika[3][4][5][6][7] berakhir melalui upaya-upaya penginjilan Gereja. Para sejarawan mencatat bahwa misionaris-misionaris Katolik, para paus dan kaum religius termasuk di antara para pemimpin dalam kampanye-kampanye menentang perbudakan, suatu kelembagaan yang telah ada di hampir semua kebudayaan[8][9][10] dan sering kali meliputi perbudakan seksual kaum wanita. Kekristenan mempengaruhi status kaum wanita dalam budaya-budaya yang menerima penginjilan seperti Kekaisaran Romawi dengan cara mengutuk infantisida (infantisida perempuan lebih umum), perceraian, inses, poligami, dan ketidaksetiaan dalam perkawinan yang dilakukan kaum pria maupun kaum wanita.[3][4][11] Beberapa kritikus mengatakan kalau Gereja dan ajaran-ajaran dari St. Paulus, para Bapa Gereja dan teolog skolastik memelihara suatu gagasan bahwa inferioritas perempuan ditetapkan secara ilahiah,[12] kendati ajaran resmi Gereja[13] memandang kaum wanita dan kaum pria setara, berbeda, dan saling melengkapi.
Praktik-praktik seksual dalam budaya-budaya tersebut dipengaruhi oleh konsep Kristiani tentang kaum pria, kesetaraan kaum wanita. Menurut Gereja, tindakan seksual adalah suci di dalam konteks relasi suami-istri yang mencerminkan suatu anugerah timbal-balik seumur hidup dan lengkap antara seorang pria dan seorang wanita,[14] satu hal yang merintangi poligami dan pergundikan sehingga menjadi umum dalam budaya-budaya sebelum hadirnya Kekristenan. Kesetaraan kaum pria dan kaum wanita yang tercermin dalam ajaran Gereja bahwa kedua jenis kelamin itu dimaksudkan oleh rancangan ilahiah untuk berbeda dan saling melengkapi, masing-masing memiliki martabat yang sama dan diciptakan berdasarkan citra Allah,[15] juga merupakan suatu konsep budaya-tandingan.
© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search