Wayang kulit

Wayang kulit
Pertunjukan wayang kulit oleh Dalang
JenisSeni pertunjukan
Seni pendahuluMasyarakat Jawa
Budaya awalIndonesia
Awal berkembangPeradaban Hindu-Budha
Pertunjukan Wayang Kulit
Pertunjukan Wayang Kulit oleh dalang terkenal Indonesia Manteb Soedharsono, dengan lakon (cerita) "Gathutkaca Winisuda", di Bentara Budaya Jakarta, Indonesia, pada 31 Juli 2010
NegaraIndonesia
KriteriaSeni pertunjukan, keahlian tradisional
Referensi063
KawasanAsia dan Pasifik
Sejarah Inskripsi
Inskripsi2008 (sesi ke-3rd)
DaftarDaftar Perwakilan

Wayang kulit, wayang golek, wayang klithik

Wayang kulit (bahasa Jawa: ꦮꦪꦁꦏꦸꦭꦶꦠ꧀) adalah bentuk tradisional dari kesenian wayang yang aslinya ditemukan dalam budaya Jawa dan Bali di Indonesia.[1] Narasi wayang kulit seringkali berkaitan dengan tema utama kebaikan melawan kejahatan.

Dalam kepercayaan dan sastra Jawa, wayang kulit diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang merupakan sebagai anggota Wali Songo dan merupakan keturunan Bangsawan Ponorogo, Arya Wiraraja. Kanjeng Sunan Kalijaga melihat masyarakat Indonesia terutama masyarakat suku Jawa yang menggemari pertunjukan Wayang Beber, dalam Islam melukis diatas kertas dianggap Haram (dilarang), maka dari itu Kanjeng Sunan Kalijaga memodifikasi bahan material dari karakter Wayang yang semula-mula terbuat dari Daluang (kertas Ponoragan) dan diganti menggunakan bahan dasar Kulit sapi, atau kerbau. Selain itu juga, wayang kulit digunakan sebagai syiar agama Islam jalur budaya tradisional.Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.

Seni perwayangan,khususnya wayang, diperkirakan sudah lahir di Indonesia pada zaman pemerintahan Airlangga, yang memerintah kerajaan Kahuripan(976-1012),Karya sastra Jawa yang menjadi sumber cerita wayang sudah ditulis oleh pujangga Indonesia pada Abad 10, seperti kitab Ramayana kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada masa pemerint ahan Raja Dyah Balitung (989-910). Kitab ini disinyalir merupakan gubahan dari kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Para puangga tidak lagi hanya menyadur kitab-kitab dari mancanegara tetapi sudah mengubah dan membuat karya sastra dengan falsafah Jawa. Wayang kulit mulai di pertontonkan zaman pemerintahan Airlangga. Hal ini bisa dilihat dari beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu, yang menyebutkan kata-kata mawayang dan aringgit yang sudah ada menunjuk pada pertunjukan wayang yang dimaksud di sini adalah wayang kulit. Dengan demikian kesenian wayang kulit sudah ada sejak zaman Airlangga dan masih berlangsung sampai saat ini.

Wayang berasal dari kata "Ma Hyang" yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna "bayangan", hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji, maupun kisah Rohani dari agama Islam, Kristen, Hindu, Budha.

Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat.

  1. ^ Ness, Edward C. Van; Prawirohardjo, Shita (1980). Javanese Wayang Kulit: An Introduction (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 9780195804140. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search